27 Oktober 2007

LANGKAH KEGIATAN LESSON STUDY (Bagian 2)

Kelompok peneliti universitas Columbia mempublikasikan (http://www.%20teacherscollege. %20edu/lessonstudy) bahwa dalam pelaksanaan lesson study guru-guru harus mempersiapkan kegiatan secara sistematis dan terperinci. Ada pun siklus pentahapan kegiatannya sebagai berikut;
1. Membentuk kelompok peneliti siswa belajar
2. Menentukan tujuan siswa belajar;
3. Merencanakan penelitian siswa belajar;
4. Mehimpun data pelaksanaan belajar;
5. Menganalisis data pelaksanaan belajar;
6. Mengulang seluruh proses penelitian;
7. Melaksanakan kegiatan tindak lanjut; kulminasi

Federasi guru Amerika merumuskan langkah-langkah pelaksanaan lesson studi (http://%20www.aft.org/teachers/ downloads/lesson_study.pdf) lebih terperinci. Lembaga ini menyusun langkah pelaksanaan dalam 8 langkah praktis sebagai berikut;
1. Seleksi focus kegiatan.
2. Perencanaan lesson study;
3. Pelaksanaan pembelajaran;
4. Melakukan observasi kegiatan belajar berlandaskan tujuan yang telah ditetapkan;
5. Mengolah data hasil observasi;
6. Mengkaji ulang data melalui kegiatan refleksi.
7. Melaksanakan pelajaran dengan menerapkan hasil kajian
8. Mengolah data hasil observasi.

Membandingkan dua hasil kajian di atas maka tahap pelaksanaan lesson studi dapat disederhanakan dalam dalam 6 langkah praktis sebagai berikut;
1. Membentuk kelompok
2. Merumuskan tujuan pembelajaran;
3. Melaksanakan pembelajaranberlandaskan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan;
4. Menghimpun data dan mengeloh data melalui kegiatan refleksi terbuka pada kelompok.
5. Melaksanakan pembelajaran tahap kedua untuk menerapkan hasil kajian.
6. Mengolah hasil observasi hasil observasi lanjutan.

Memperhatikan langkah-langkah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan lesson studi merupakan siklus kegiatan peningkatan mutu hasil belajar siswa yang dapat dilakukan secara berkelanjutan. Namun demikian, karena kegiatan ini perlu dilandasi dengan konsep penelitian yang memerlukan disain kejelasan tujuan yang diteliti, pertanyaan penelitian yang jelas, instrumen observasi yang handal untuk menghimpun data, pengolahan data dalam bentuk diskusi kelompok yang terbuka untuk melakukan kajian seksama, maka disarankan kegiatan ini hendaknya hanya dilaksanakan 2 sampai tiga kali dalam satu tahun pelajaran pada setiap kelompok mata pelajaran.

26 Oktober 2007

LESSON STUDI (Bagian 1)



Apakah Lesson Studi?

Istilah lesson study diambil dari bahasa Jepang jugyokenkyuu yang digunakan oleh Makoto Yoshida yang berarti penelitian mengenai belajar atau 'research lesson' (RBS Currents, Spring/ Summer 2002). Pada dasarnya istilah ini digunakan Jepang dalam mengembangkan profesionalisme guru dengan tujuan tercapainya pengembangan kemampuan mengajar secara berkelanjutan agar siswa dapat meningkatkan kemampuan belajarnya. Yang menjadi fokuk perhatian dalam kegiatan adalah bagaimana siswa berpikir dan belajar.

Lesson Study merupakan bagian dari proses pembinaan profesi yang guru-guru Jepang lakukan dengan cara menguji secara sistematis dengan cara mengamati pelaksanaan belajar dalam kelas. Tujuannya adalah meningkatkan efektivitas belajar siswa. Dalam melakukan pengamatan beberapa guru berkolaborasi dalam kelompok kecil. Seluruh anggota tim terlibat dalam perencanaan, melaksanaan pembelajaran, mengoboservasi, dan mengamati dengan kritis cara belajar. (http://www.tc.%20columbia.edu/ lessonstudy/lessonstudy.html; 2007)

Menurut Jim Stigler dan James Hiebert (http://www.aft.org/%20teachers/ downloads/ lesson_study.pdf, 2007) lesson studi berbeda dengan model pengembangan professional lain karena kegiatan itu langsung dikaitkan pada kegiatan belajar mengajar. Dijelaskannya bahwa yang menjadi focus perhatian adalah kegiatan mengajar bukan guru; siswa belajar bukan produk belajar siswa. Sukses lesson studi diukur dengan indikator guru belajar, bukan dari seberapa keterpenuhan syarat kegiatan belajar. Kesempurnaan kegiatan mengukur bagaimana proses bukan pada tujuan. Sukses guru dalam bekerja kelompok ditentukan oleh keberhasilan merumuskan perencanaan, pengamatan, dan membahas data hasil pengamatan.

17 Oktober 2007

PEMBAHARUAN SEKOLAH MELALUI APLIKASI TEKNOLOGI INFORMASI

Pada peradaban moderen peran teknologi informasi dan komunikasi memiliki peranan yang amat penting. Teknologi informasi dan komunikasi telah menempatkan ruang dan jarak bukan merupakan pembatasan dalam beraktivitas. Komputer telah berperan sebagai sarana paling efisien dan efektif dalam membantu manusia memperoleh pengetahuan atau informasi melalui dukungan multimedia (sound, picture, animation). Komputer telah mengintegrasikan pembelajaran via internal databases (CD-ROM), external databases (Internet) atau melalui komunikasi. Manusia bekarja tanpa komputer menjadi lamban, dan manusia yang hanya mengandalkan komputer akan berpikir kaku. Oleh karena ini sinergi antar keduanya membangun lompatan baru.

Perkembangan teknologi informasi menjanjikan loncatan jauh dalam mendukung pengelolaan pendidikan yang menjadi bagian dari aktivitas kehidupan bermasyarakat. Melalui peningkatan aplikasi teknologi informasi, efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran dapat diwujukan guna mencapai tujuan. Seluruh anggota komunitas sekolah dapat menjadi lebih terdorong untuk kreatif, inovatif, kompetititf dan produktif sehingga tujuan dapat terwujud dalam sinergi kebersamaan.

Penerapan teknologi informasi dalam pengelolaan sekolah dapat menguatkan proses pengembangan kemampuan sumber daya manusia, sistem aplikasi pendukung, dan infrastruktur pendukung komunikasi data. Dengan peran serta aktif anggota komunitas sekolah menuju pada perbaikan struktur dapat mendorong perubahan budaya sekolah sebagai bagian dari masyarakat cerdas. Masyarakat sekolah yang cerdas adalah model sinergi komunitas pada penguatan pemahaman pemanfaatan TI sebagai sumber informasi dan peningkatan efesiensi dan optimalisasi fungsi dalam rangka mempercepat daya adaptasi dalam melakukan pembaharuan sehingga harapannya lebih cepat dapat terwujud.

Menerapkan tekonologi informasi di sekolah secara empirik dapat mendorong guru dan siswa mengaplikasikan teknologi, meningkatkan kemandirian belajar, dan bertanggung jawab untuk mempersiapkan bekerja sama secara global dan mendorong mempercepat terjadinya perubahan. Penerapan teknologi informasi dapat pula memperlebar akses guru maupun siswa dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya sesuai dengan yang dibutuhkannya, belajar untuk menemukan informasi dan memproses informasi dengan cepat dari arus informasi yang deras mengalir dan cepat pula berubah. Out put dari perubahan ini maka mutu aset lembaga meningkat sebagai kekuatan untuk meningkatkan daya adaptasi dan kompetisi dalam memberikan pelayanan terbaik.

Secara filosofis sesuatu yang memberikan manfaat besar tidak selalu mudah untuk diwujudkan. Seperti halnya usaha mengembangkan sekolah berbasis teknologi informasi. Ini enak diwacanakan namun dalam kenyataannya sekolah sering dihadapkan pada banyak kendala. Mahalnya harga yang harus dibayarkan untuk penyediaan perangkat teknologi salah satunya. Sekolah yang mampu menyediakan teknologi seperti yang seharusnya, menghadapi kendala penyediaan perangkat lunak yang benar benar diperlukan serta handal diterapkan. Kendala lain adalah terdapat selisih kemampuan sumber daya manusia dari kenyataan yang ada dengan yang diharapkan sehingga sebaik apa yang dapat diterapkan disekolah akhirnya tidak selalu seperti apa yang diharapkan.
Dalam upaya meningkatkan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi perlu komitmen besar dari sekolah untuk membuka diri selalu belajar menerapkannya. Keberhasilan penggunaan teknologi informasi bertumpu pada kesadaran untuk belajar tanpa henti. Itu berarti untuk tiap perangkat teknologi informasi yang dapat sekolah sediakan memerlukan paket pembelajaran memberdayakannya. Seluruh komponen pemangku kepentingan sekolah melakukan aksi mendukung penggunaan dan dan memiliki keterampilan penggunaan secara teknis.
Terdapat tiga komponen utama yang perlu sekolah sentuh dalam meningkatkan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi yaitu perangkat keras, perangkat lunak, dan perangkat brain ware atau sumber daya manusia. Ketiga unsur ini perlu dikembangkan potensinya sesuai dengan kebutuhan pembaharuan sekolah. Itu berarti kapasitas lembaga berpotensi menjadi lahan pengembangan pendidikan apabila tersedia perangkat keras, perangkat lunak dan kesiapan kompetensi seluruh anggota komunitas, yaitu kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua yang terintegrasi pada penyelenggaraan program sehingga dapat terintegrasi.
Pengalaman di lapangan menunjukan bawa lembaga pendidikan tingkat menengah lebih berkonsentrasi pengembangan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi dalam penyediaan perangkat keras. Lebih sempit perhatian itu diutamakan pada penyediaan komputer dan jaringan internet untuk keperluan belajar siswa. Belakangan ini banyak sekolah yang memberikan perhatian pada penyediaan perangkat teknologi untuk ruang multi media pembelajaran, perpustakaan, atau labolatorium bahasa. Di beberapa sekolah tertentu telah berkembang juga pendayagunaan komputer untuk mendukung peningkatan keterampilan seperti mengembangkan produk disain, lay out grafis, disain bordir, bahkan hingga disain animasi. Semua untuk kepentingan siswa.
Sementara itu pengembangan kompensi guru dalam menggunakan komputer sebagai sarana belajar terlambat diantisipasi. Banyak sekolah yang masih memberikan alternatif kepada guru-gurunya boleh tidak bisa menggunakan komputer. Padahal pada saat yang bersamaan siswa telah diwajibkan untuk menguasainya. Konsekuensi dari itu lahirlah apa yang kita kenal dengan istilah divide teknologi atau kesenjangan pehaman pada teknologi. Siswa lebih melek teknologi, sedangkan gurunya resisten terhadap penggunaan teknologi komputer. Ini harus disadari bersama dapat menjadi ancaman terhadap tegaknya wibawa guru dan sekolah di mata siswa.
Di sekolah banyak keputusan datang dari usul guru-guru bahkan banyak sekolah keputusan sekolah yang didisain oleh para wakil kepala sekolah. Dapat dibayangkan jika para penentu kebijakan itu tidak paham dengan aplikasi teknologi infomasi dan komunikasi, maka dapat diduga keputusan-keputusan sekolah dalam melalukan pembaharuan akan sedikit sekali memberdayakan teknologi, padahal untuk saat ini tidak mungkin melalukan pembaharuan dengan cepat tanpa bantuan teknologi.
Hanya sedikit sekolah yang berhasil mengembangkan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi dengan inisiatif dan diaplikasikan sendiri. Hal wajar karena ketika andalan untuk mengaplikasikan itu dibebankan kepada guru-guru secara tidak disadari ini menjadi kegagalan dan kesalahan besar. Guru seharusnya berkonsentrasi pada meningkatkan kompetensinya serta kreativitasnya untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Dengan tambahan beban mengurus pengelolaan sistem aplikasi teknologi informasi dan komunikasi bagi peningkatan pelayanan belajar dan pelayanan manajemen sekolah, akan kontraproduktif terhadap tugas utamanya yaitu meningkatkan mutu mengajarnya. Dalam hal ini terdapat saran yang perlu dipertimbangkan oleh pada kepala sekolah, guru jangan diberi beban tambahan untuk mengurus sistem informasi sekolah karena akan menambah beban kerja yang menggganggu efektivitas mengajar.
Jika sekolah hendak berhasil dalam penerapan teknologi informasi sebagai alat untuk mempercepat perubahan, maka kendala-kendala itu perlu diatasi. Jalan kelauarnya ada lima saran berikut dapat dipertimbangkan;
Pertama, buatlah perencanaan yang jelas untuk jangka menengah sehingga jelas arah pembaharuan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi akan dikembangkan.
Kedua; sediakan perangkat yang perlu sesuai dengan kapasitas sumber daya, semakin canggih teknologi yang dibeli harganya semakin mahal.
Ketiga; pahami dengan komponen pelayanan yang manakah yang perlu didukung dengan apliksi sofware yang ditentukan secara bertahap menurut perencanaan yang ada sehingga sistem aplikasi software dapat dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan;
Keempat; tingkatkan kemampuan sumber daya manusia secara bertahap sejalan dengan rencana pengadaan perangkat keras dan perangkat lunak untuk mewujudkan tujuan lembaga.
Kelima, lakukan kerja sama dengan pihak luar (out sourching) dengan pihak yang berkompeten dalam mengembangkan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi sehingga pengembangan dapat dilaksanakan secara profesional; hendaknya kerja sama tidak dilakukan sesaat pada saat pembelian sesuatu kebutuhan; namun perlu dilaksanakan secara berkelanjutan untuk mengetahui kehadalan dan keefektivan teknologi yang dihadirkan di sekolah.